Rabu, 26 Maret 2014

Membaca cerpen "Taman Pohon Ibu" karya Benny Arnas telah membawaku pulang beberapa ke tempat kelahiran. Tanah yang bercorak siger itu telah menyirap seluruh ingatan di masa pertumbuhanku. Aku rindu dengan tapis yang pernah kubuat di sekolah. Sering ketika berkunjung di tempat elit di pulau Jawa, aku menemukan pucuk rebung dengan beberapa ekor gajah didalamnya. Cantik sekali.

Sangat ingat sekali ketika aku memandang teman yang mengenakan pakaian adat kami, mereka adalah pasangan paling elok dari pada pasangan yang mengenakan baju adat provinsi lain. Bahkan ada lintas khayal, misal menikah nanti aku nak pakai pakaian siger dengan pakaian putih dan kain tenun pengantin putrinya, suamiku nak pakai sarung tenun bertapis dengan keris disebelah kirinya. wa... keblinger deh.

Aku juga kangen dengan sambel sruwit buatan ibuku. Meski ikannya ikan gabus. Huh.. Ndak pernah nemu ikan gabus di sini. Atau minimal pindang patin yang berkuah sangat gurih, yang menjadi maknaan favoriteku dan suami. Patin segar pun sulit ditemui.

Di sini kebanyakan ayam, petok-petok... Ayam goreng, ayam bakar, ayam kremes, ayam tulang lunak, rica ayam, ayam kampus (ups!), dan ayam-ayam lainnya.. Tapi ga papa, sementara ada ikan bakar nila yang memang enak.

Nyecaghow...

Seperti komentar guru pembimbingku, dulu.