Senin, 24 Maret 2014

Senja(mu)

Senja kala itu akan habis. Burung dan anak-anak ayam telah pulang ke sarang induknya. Ini senja yang kesekian kali bagi Lena. Yah, Lena yang telah ditemukan senja ditiap matahari pulang.
“Tahukah kau. Aku sangat merindukannya.” Lena bergumam sendiri. Mungkin hanya senja yang mendengarnya.
Sudah lama rupanya Lena menunggu. Entah, apakah karena ia datang lebih awal dari waktu yang ditentukan. Ah, bukan itu. Andai saja waktu berhenti di satu titik, dia tidak akan pergi meninggalkan titik itu untuk Candra.
“ Kau sudah lama menungguku?”.
Sapaan itu membuat Lena kaget sekaligus senang. Pemilik suara itu telah ia nantikan, sejak pertemuan pertama yang tidak pernah terjadi.
“Mungkin memang ini takdirku, menunggumu.” Jawab Lena. Senja benar-benar hampir habis. Biasanya Lena akan segera pulang. Tapi tidak kali ini. Karena sosk yang diharapkan telah datang menemuinya.
“Jangan sedih, hanya kita yang hidup disini. “ Mata mereka bertemu. Nampak bersinar-sinar dikeduanya. Mungkin lebih bersinar dari senja yang memang akan segera ditenggelamkan malam.
Laki-laki itu duduk disebelah lena. Lalu memandang sendu senja mereka. Begitupun Lena.
“ Kau tahu, bahwa senja itu akan datang lagi esok.” Chandra membuka pembicaraan.
“ Kau bicara apa. Tidak kau tanya berapa senja yang kuhabiskan untuk sekedar menunggumu? .” Lena seperti marah. Tetapi tidak, ia bangga telah menuggu. Baginya itulah yang bisa dilakukannya bahwa ia sangat mengharapkan kedatangan Candra.
“Lena, jawab pertanyaanku. Senja itu akan datang lagi esok?”. Kali ini Candra memandang kosong di ujung barat. Semakin indah, ditambah hijau sawah yang mulai ditutup gelap.
“ Entahlah. Tapi aku akan sendiri disini. Lagi.” Timpal Lena. Ah, dia pun paham. Mungkin ia telah salah menjawab pertanyaan Candra.
“ Kau bohong, usai pertemuan kita ini aku tidak akan pernah kembali. Aku..”
“ Itulah mengapa kau tidak pernah datang menemuiku.” Lena memotong. “Bahwa sebenarnya kau tidak akan pernah datang hanya untuk menemuiku. Apakah ini maumu?! Datang dan kemudian mengucapkan selamat tinggal!”
Kali ini Lena menangis sekaligus marah. Tangisan dan amarah yang mungkin telah lama ingin ia sampaikan pada laki-laki disebelahnya.
Candra tak mampu menjawab. Akhirnya mereka diam. Lalu senja benar-benar menghilang. Anginpun dingin. Sedingin dua insan yang masih duduk terpaku, yang mungkin masih akan menanti senja esok hari. Tiba-tiba Candra ingin sekali memeluk gadisnya. Gadis kesekian yang ia cintai namun mungkin tak kan pernah ia dapatkan. Tapi ia tidak mampu. Dingin telah membuatnya beku.
“ Rendra akan membawaku esok.” Suara Lena serak memecah sunyi. “ Tidak kah kau ingin mengucapkan selamat tinggal atau mengucapkan ‘semoga engkau bahagia Lena…’ ”. Kali ini ada air mata yang jatuh di pipi. Candra sudah tahu itu. Tetapi kalimat yang diucapkan Lena telah membuatnya hatinya teriris-iris.
“ Untuk apa? Toh kita tidak pernah bersua. Selama ini kita hanya hidup didalam senja.” Candra kali ini menyerah. Dan kali ini ia benar-benar ingin memeluk gadisnya. Namun lagi, dingin telah benar-benar membuatnya tak bergerak. Ia tatap wajah Lena yang semakin basah. Kulitnya memancar cahaya bulan. Yah, bulan yang telah membuat senja pergi. Bulan yang tidak pernah ada dalam senja mereka.
“ Mungkin memang begini jalan cerita kita. “ Lena memandang wajah Candra. “ Kita memang tidak pernah bertemu bukan?.” Kali ini ia benar-benar memandang mata Candra. “ Bahkan untuk sekedar mengucapkan cinta.”
Tiba-tiba angin bertiup semakin dingin. Semakin dingin dan semakin kencang ditambah dengan hempasan dedahan kering yang tidak pernah dipungut oleh waktu. Sedangkan Lena tiba-tiba menghilang. Bahkan bayangannya pun tak terterpa oleh cahaya bulan. Candra semakin menggigil kedinginan. Hingga akhirnya ia tahu, bahwa kini ia sendiri. Membeku ditempat dimana Lena selalu menunggunya untuk pertemuan yang tidak pernah ada di tiap senja.
Ia semakin menggigil kedinginan. Bercampur marah . Ia mengumpat mengapa Lena telah meniggalkannya sendirian disana. Di tengah malam yang kelam, dingin dan suram. Dan tiba-tiba semua hitam.

***

Sedang diatas Lena telah dibawa oleh Rendra menuju bulan. Tidak menunggu esok hari atau senja selanjutnya. Bahkan Rendra telah berani menggandeng tangannya. Tanpa bertanya apakah benar ‘kau Lena milikku?’ Lena ingin marah. Namun ia tidak punya alasan untuk marah bahkan sekedar untuk menangis. Sejenak ia lupa dengan Candra, laki-laki senja itu.

***

Tiba-tiba Candra terbangun oleh sentuhan seorang gadis. Lena kah? Tapi Lena tidak pernah menyentuhnya. Ah, ternyata benar bukan Lena. “Siapa kau?” Candra bingung. Tapi ia senang, setelah ia tidak mampu bergerak semalam ditambah dengan dingin dan angin yang membabi buta, kali ini ia dapat bergerak. Ia bergerak bangun dari tidur. “Apakah aku mimpi semalam?”. Ah, tidak. Kemarin yang ia temui benarlah Lena, tapi kemana Lena sekarang? Mengapa ia begitu saja hilang tiba-tiba.
“ Siapa kau?”. Candra bertanya lagi.
Gadis didepannya hanya tersenyum lembut. “ Aku Senjamu.”