Sabtu, 12 April 2014

Aku tidak tahu bagaimana tiba-tiba aku merindukanmu, untuk sebuah perbincangan yang seperti dulu kita lakukan. Berdua, bertiga, atau berapapun. Apakah kau tahu bahwa senyummu adalah telaga? Ah, kala itu pun aku tidak tahu.

Apa kabar? Klise. Dan aku tahu kau akan menjawabnya sebagaimana kau menjawab pertanyaanku ini seperti dulu. Dan aku menyesal mengapa kau selalu menjawab begitu.

Didepanmu aku selalu menjadi gadis kecil yang banyak bicara, lalu bermain pasir dan air sisa hujan. Dan seperti biasanya kau hanya tertawa.

Kau tahu? bahwa aku tidak tahu. Hingga kau sadar bahwa aku hanyalah gadis bodoh yang tidak mengerti bahasa cinta, gadis kecil yang sulit dewasa karena terlalu banyak bermain, yang juga tidak segera tumbuh besar karena terlalu banyak makan permen.

Lalu aku sering merasa berdosa atas segala kebodohanku. Lalu mengapa kau tidak mengajariku mengeja, membaca isyaratmu, mendengarkan apa yang benar2 kau ucap?

Kau tahu, bahwa kau benar laki-laki telaga. Yang pernah membawaku menyusur pantai di pulau seberang, bercerita tentang angin dan pasir-pasir yang tidak sebenar putih. Lalu disana kita pernah duduk diatas batu-batu, membaca puisi tentang kapal-kapal yang tidak berdermaga.

Kejarlah, apa yang seharusnya kau kejar. Raih lah, dengan apa yang telah kau upayakan. Biarkan aku menjadi kenangan, kenangan yang merindu perjumpaan yang seperti biasanya.